Powered by Blogger.
"SAMPAIKANLAH WALAU SATU AYAT"
RSS

Friday, March 18, 2011

RESIKO MEMAAFKAN


Memaafkan itu indah
Memaafkan itu sedekah
Memaafkan itu mengundang Maghfirah-Nya
Memaafkan itu mengundang Rahmah-Nya

Memaafkan itu nikmat
Memaafkan itu lezat
Memaafkan itu melapangkan perasaan
Memaafkan itu melapangkan kesusahan

Memaafkan itu membuka pintu-pintu cinta
Memaafkan itu membuka pintu-pintu dunia
Memaafkan itu membuka pintu-pintu bahagia
Memaafkan itu membuka pintu-pintu surga

Memaafkan itu melepaskan masalah
Memaafkan itu melepaskan rasa susah
Memaafkan itu melepaskan rasa serba salah
Memaafkan itu melepaskan berbagai rasa resah

Memaafkan itu melancarkan pernapasan
Memaafkan itu melancarkan hubungan
Memaafkan itu menambah ketampanan
Memaafkan itu menambah kejelitaan

Memaafkan itu mengikhlaskan
Memaafkan itu menyehatkan
Memaafkan itu mendewasakan
Memaafkan itu mencerdaskan

Memaafkan itu membersihkan diri
Memaafkan itu mengundang rejeki
Memaafkan itu menenangkan hati
Memaafkan itu mengundang ridho Ilahi

Dengan demikian,
jangan lagi kita mengatakan :
"Huh,enak banget dong kalau dia gue maapin, enek di die gak enak di gue..."
Lho?
Astaghfirullaahal'azhiim...

Wallahu a'lam

KISAH KOIN PENYOK

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.

.::CINTA::.


…CINTA…

Jika ia sebuah CINTA,
dia tak hanya MENDENGAR,
melainkan senantiasa BERGETAR.

jika ia sebuah CINTA,

dia tak mungkin BUTA,
melainkan senantiasa MELIHAT dan MERASAKAN apa yang kita rasakan
jika ia sebuah CINTA,
dia tak akan membuat kita SEDIH,
melainkan senantiasa akan membuat kita BAHAGIA.
jika ia sebuah CINTA,
dia tak hanya BERUCAP,
melainkan senantiasa TULUS dari Dalam HATI.
jika ia sebuah CINTA,
dia hadir bukan karena PERMINTAAN,
melainkan HADIR karena KETENTUAN dan KATA HATI-lah yang MENGANTARKANNYA.
jika ia sebuah CINTA,
dia hadir juga bukan karena PAKSAAN,
melainkan senantiasa HADIR karena PENGORBANAN dan KESETIAAN.


Oleh : KAMILA VYNDARTI

"Dan adapaun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah"
(QS Al-Baqarah:165)

Tuesday, March 15, 2011

9 Penemuan Islam Yang Menggemparkan Dunia

Kehidupan modern tak lepas dari penemuan-penemuan ilmuwan muslim. Proyek 1001 kembali mengingatkan sejarah 1000 tahun warisan muslim yang terlupakan.

Ada sebuah lubang dalam ilmu pengetahuan manusia, melompat dari zaman Renaisans langsung kepada Yunani, ujar Chairman Yayasan Sains, Teknologi dan Peradaban Profesor Salim al-Hassani pemimpin 1001 Penemuan.


Saat ini Penemuan 1001 sedang pameran di Museum Sains London. Hassani mengharapkan pameran tersebut akan menegaskan kembali kontribusi peradaban non-barat, seperti kerajaan muslim yang suatu waktu pernah menutupi Spanyol dan Portugis, Italia selatan dan terbentang seluas daratan China.


Inilah penemuan muslim yang luar biasa:


1. Operasi Bedah

Sekitar tahun 1000, seorang dokter Al Zahrawi mempublikasikan 1500 halaman ensiklopedia berilustrasi tentang operasi bedah yang digunakan di Eropa sebagai referensi medis selama lebih dari 500 tahun. Diantara banyak penemu, Zahrawi yang menggunakan larutan usus kucing menjadi benang jahitan, sebelum menangani operasi kedua untuk memindahkan jahitan pada luka. Dia juga yang dilaporkan melakukan operasi caesar dan menciptakan sepasang alat jepit pembedahan.



2. Kopi

Saat ini warga dunia meminum sajian khas tersebut tetapi, kopi pertama kali dibuat di Yaman pada sekitar abad ke-9. Pada awalnya kopi membantu kaum sufi tetap terjaga ibadah larut malam. Kemudian dibawa ke Kairo oleh sekelompok pelajat yang kemudian kopi disukai oleh seluruh kerajaan. Pada abad ke-13 kopi menyeberang ke Turki, tetapi baru pada abad ke-16 ketika kacang mulai direbus di Eropa, kopi dibawa ke Italia oleh pedagang Venesia.



3. Mesin Terbang

Abbas ibn Firnas adalah orang pertama yang mencoba membuat konstruksi sebuah pesawat terbang dan menerbangkannya. Di abad ke-9 dia mendesain sebuah perangkat sayap dan secara khusus membentuk layaknya kostum burung. Dalam percobaannya yang terkenal di Cordoba Spanyol, Firnas terbang tinggi untuk beberapa saat sebelum kemudian jatuh ke tanah dan mematahkan tulang belakangnya. Desain yang dibuatnya secara tidak terduga menjadi inspirasi bagi seniman Italia Leonardo da Vinci ratusan tahun kemudian.



4. Universitas

Pada tahun 859 seorang putri muda bernama Fatima al-Firhi mendirikan sebuah universitas tingkat pertama di Fez Maroko. Saudara perempuannya Miriam mendirikan masjid indah secara bersamaan menjadi masjid dan universitas al-Qarawiyyin dan terus beroperasi selama 1.200 tahun kemudian. Hassani mengatakan dia berharap orang akan ingat bahwa belajar adalah inti utama tradisi Islam dan cerita tentang al-Firhi bersaudara akan menginspirasi wanita muslim di mana pun di dunia.



5. Aljabar

Kata aljabar berasal dari judul kitab matematikawan terkenal Persia abad ke-9 Kitab al-Jabr Wal-Mugabala, yang diterjemahkan ke dalam buku The Book of Reasoning and Balancing. Membangun akar sistem Yunani dan Hindu, aljabar adalah sistem pemersatu untuk nomor rasional, nomor tidak rasional dan gelombang magnitudo. Matematikawan lainnya Al-Khwarizmi juga yang pertama kali memperkenalkan konsep angka menjadi bilangan yang bisa menjadi kekuatan.



6. Optik

Banyak kemajuan penting dalam studi optik datang dari dunia muslm, ujar Hassani. Diantara tahun 1.000 Ibn al-Haitham membuktikan bahwa manusia melihat obyek dari refleksi cahaya dan masuk ke mata, mengacuhkan teori Euclid dan Ptolemy bahwa cahaya dihasilkan dari dalam mata sendiri. Fisikawan hebat muslim lainnya juga menemukan fenomena pengukuran kamera di mana dijelaskan bagaimana mata gambar dapat terlihat dengan koneksi antara optik dan otak.



7. Musik

Musisi muslim memiliki dampak signifikan di Eropa. Di antara banyak instrumen yang hadir ke Eropa melalui timur tengah adalah lute dan rahab, nenek moyang biola. Skala notasi musik modern juga dikatakan berasal dari alfabet Arab.



8. Sikat Gigi

Menurut Hassani, Nabi Muhammad SAW mempopulerkan penggunaan sikat gigi pertama kali pada tahun 600. Menggunakan ranting pohon Miswak, untuk membersihkan gigi dan menyegarkan napas. Substansi kandungan di dalam Miswak juga digunakan dalam pasta gigi modern.



9. Engkol

Banyak dasar sistem otomatis modern pertama kali berasal dari dunia muslim, termasuk pemutar yang menghubungkan sistem. Dengan mengkonversi gerakan memutar dengan gerakan lurus, pemutar memungkinankan obyek berat terangkat relatif lebih mudah. Teknologi tersebut ditemukan oleh Al-jazari pada abad ke-12, kemudian digunakan dalam penggunaan sepeda hingga kini.

Monday, March 14, 2011

Ketika Ali bin Abi Thalib ra. Telat Subuh Berjamaah

Pagi hari itu, Ali bin Abi Thalib bergegas bangun untuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah di masjid seperti biasanya bersama Rasulullah. Langit masih gelap ketika Ali keluar dari rumahnya dan berjalan tergesa-gesa menuju ke masjid. Bilal sudah memanggil-manggil dengan suara azannya yang berkumandang merdu ke segenap penjuru dan sudut-sudut kota Madinah.

Namun, ketika Ali bin Abi Thalib berada di jalan menuju tempat jamaah yang jaraknya masih cukup jauh, di hadapannya ada seorang kakek tua beragama Yahudi yang melangkah pelan sekali karena usianya yang telah lanjut. Kakek itu berjalan tertatih-tatih.


Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingin tertinggal mengerjakan shalat Tahyatul Masjid dan qabliyah Subuh sebelum melaksanakan shalat Subuh berjamaah bersama Rasulullah dan para sahabat lainnya.


Ali paham benar bahwa Rasulullah mengajarkan supaya setiap umat muslim menghormati orang tua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka, Ali pun terpaksa berjalan di belakang kakek itu. Tapi apa daya, si kakek berjalan amat lamban, dan karena itu pulalah langkah Ali jadi melambat. Kakek itu lemah sekali, dan Ali tidak sampai hati untuk mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalau kakek Yahudi itu terjatuh atau kena celaka.


Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktu mendekati masjid, langit sudah mulai terang. Kakek itu melanjutkan perjalanannya, melewati masjid.


Ketika memasuki masjid, Ali menyangka shalat Subuh berjamaah sudah usai. Ia bergegas. Ali terkejut sekaligus gembira, Rasulullah dan para sahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua. Berarti Ali masih punya kesempatan untuk memperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisa menjalankan rukuk bersama, berarti ia masih mendapat satu rakaat shalat berjamaah.


Sesudah Rasulullah mengakhiri shalatnya dengan salam, Umar bin Khattab memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini shalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?”


Rasulullah balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?”


“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engaku rukuk dalam rakaat yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuk lama sekali. Kenapa?”


Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku sedang rukuk dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja turun lalu menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsung lama, seperti yang kau ketahui juga.”


Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?”


Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belum menceritakannya kepadaku.”


Dengan perkenaan Allah, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun turun. Ia berkata kepada Nabi saw., “Muhammad, aku tadi diperintahkan oleh Allah untuk menekan punggunmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja agar Ali mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena Allah sangat suka kepadanya bahwa ia telah menjalani ajaran agamaNya secara bertanggung jawab. Ali menghormati seorang kakek tua Yahudi. Dari penghormatannya itu sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali karena kakek itupun berjalan pelan pula. Jika punggungmu tidak kutekan tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah denganmu hari ini.”


Mendengar penjelasan Jibril itu, mengertilah kini Rasulullah. Beliau sangat menyukai perbuatan Ali karena apa yang dilakukannya itu tentunya menunjukkan betapa tinggi penghormatan umat Islam kepada orang lain. Satu hal lagi, Ali tidak pernah ingin bersengaja terlambat atau meninggalkan amalan shalat berjamaah. Rasulullah menjelaskan kabar itu kepada para sahabat.

INI DIA ORANG - ORANG YANG DIDOAKAN PARA MALAIKAT



Insya Allah berikut inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :
Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan
mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)


Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”
(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa
ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”. (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia
melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang
ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya
berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang – orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat
kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar,”Sanadnya shahih”)

Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Friday, March 11, 2011

Gambar 15. Antara 3 hingga 30 persen cahaya matahari dipantulkan 
oleh permukaan laut. Selanjutnya, hampir semua warna dari spektrum 
cahaya akan diserap secara berturut-turut pada 200 meter pertama, 
kecuali warna biru.
Gambar 15. Antara 3 hingga 30 persen cahaya matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Selanjutnya, hampir semua warna dari spektrum cahaya akan diserap secara berturut-turut pada 200 meter pertama, kecuali warna biru. (Oceans, Elder dan Perneta, hal. 27)
Gambar 16. Ombak dalam pada batas pertemuan dua lapisan air yang 
berbeda kepekatan. Satu lapisan pekat (di bawah) dan yang lainnya lebih 
encer (di atas). (Oceanography, Gross, hal. 204)
Gambar 16. Ombak dalam pada batas pertemuan dua lapisan air yang berbeda kepekatan. Satu lapisan pekat (di bawah) dan yang lainnya lebih encer (di atas). (Oceanography, Gross, hal. 204)
Allah berfirman di dalam Al Qur'an
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا ۗ وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (Al Qur'an, An-Nuur, 24:40)
Ayat ini menyebutkan kegelapan yang dapat ditemukan di laut dalam, di mana jika seseorang menjulurkan tangan ia tak akan bisa melihatnya. Kegelapan di dalam lautan dan samudera ditemukan sekitar kedalaman 200 meter ke bawah. Pada kedalaman ini, hampir-hampir tidak ada cahaya lagi (lihat gambar 15). Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak ada cahaya sama sekali.
Manusia tidak berkemampuan menyelam lebih dari kedalaman 40 meter tanpa bantuan kapal selam atau peralatan khusus. Manusia tak akan bertahan tanpa perlengkapan di bagian gelap dari lautan, semisal pada kedalaman 200 meter.
Gelapnya kedalaman laut ini hanya diketahui oleh para ilmuwan di masa sekarang melalui berbagai peralatan khusus dan kapal atau peralatan selam yang memungkinkan mereka menyelam ke kedalaman lautan.
Tanpa peralatan khusus, tidak mungkin manusia di jaman Nabi Muhammad mengetahui bagaimana bentuk kegelapan di dalam lautan. Ini membuktikan bahwa Al Qur'an diturunkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
Kita juga melihat dalam penggalan kalimat dari ayat di atas yang berbunyi: "...yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan;" bahwa air di laut yang dalam diliputi oleh ombak dan di atas ombak ini ada ombak lain. Sangat jelas bagi kita bahwa lapisan ombak yang ke dua ini adalah ombak di permukaan laut yang biasa kita lihat, karena ayat tersebut menyebutkan adanya awan di atasnya. Tetapi bagaimana dengan ombak yang disebutkan pertama? Adakah ombak lain di bawah permukaan laut?
Para ilmuwan telah menemukan pada masa sekarang adanya ombak dalam (internal waves) yang "terjadi pada batas pertemuan dua lapisan air yang memiliki perbedaan kepekatan." (lihat gambar 16).
Ombak dalam terjadi pada permukaan lapisan air di kedalaman lautan karena ia memiliki kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan air di atasnya. Ombak dalam berperilaku mirip ombak permukaan. Ia juga bisa pecah seperti ombak di permukaan laut. Namun ombak dalam tidak bisa terlihat oleh mata biasa. Ia hanya bisa dideteksi melalui peralatan canggih dengan mempelajari perubahan suhu dan kandungan garam pada suatu lokasi tertentu.

Perkembangan Embrio Manusia - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an

Di dalam al Qur'an Allah menurunkan beberapa ayat tentang perkembangan embrio manusia.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al Qur'an, 23:12-14)
Secara bahasa, kata bahasa arab 'alaqah mempunyai tiga makna: 1. lintah, 2. sesuatu yang menempel/tergantung, dan 3. gumpalan darah.
Jika kita membandingkan sebuah lintah dengan embrio pada fase 'alaqah, kita akan menemukan kemiripan di antara keduanya, sebagaimana terlihat dalam gambar 1. Selain itu, sang embrio pada fase ini memperoleh makanan melalui aliran darah dari ibunya, mirip dengan lintah yang menghisap darah dari makhluk lain.
Makna ke dua dari kata 'alaqah adalah sesuatu yang menempel/tergantung. Hal ini dapat kita lihat dalam gambar 2 dan 3, di mana embrio pada fase 'alaqah, menggantung dan menempel pada rahim sang ibu.
Makna ke tiga dari kata 'alaqah adalah gumpalan darah. Kita dapat melihat bahwa tampilan luar dari embrio dan kantungnya pada saat fase 'alaqah sangat mirip dengan darah yang menggumpal. Hal ini disebabkan oleh kehadiran darah yang relatif banyak selama fase ini (lihat gambar 4). Pun pada fase ini, darah di dalam embrio belum mengalami sirkulasi hingga akhir minggu ke tiga. Dengan demikian, embrio pada fase ini memang mirip gumpalan darah.
Jadi, tiga makna dari kata 'alaqah secara akurat amat bersesuaian dengan keaadaan embrio pada fase 'alaqah.
...
Bagaimana bisa Nabi Muhammad mengetahui semua rincian ini lebih dari 1400 tahun yang lalu? Padahal para ilmuwan baru bisa mengetahui hal tersebut di masa moderen ini dengan bantuan peralatan mutakhir dan mikroskop yang amat kuat? Hamm dan Leeuwenhoek adalah ilmuwan pertama yang mengamati sel sperma manusia (spermatozoa) melalui mikroskop di tahun 1677 (lebih dari 1000 tahun setelah jaman Nabi Muhammad). Mereka berdua secara salah menganggap bahwa sel sperma mengandung manusia mini yang akan tumbuh ketika ia dibenihkan ke dalam kelamin wanita.
Di tahun 1981, dalam Konferensi Kedokteran Ke Tujuh di Dammam, Arab Saudi, Profesor Moore berkata: "Adalah sebuah kehormatan tersendiri bagi saya untuk bisa membantu memperjelas pernyataan Al Qur'an tentang perkembangan manusia. Sangat jelas bagi saya bahwa pernyataan tersebut tentulah sampai kepada Nabi Muhammad dari Allah, karena hampir semua pengetahuan mengenai hal ini baru ditemukan berabad-abad kemudian. Hal ini membuktikan kepada saya bahwa Nabi Muhammad tentulah merupakan Utusan Allah.
Kemudian, Profesor Moore ditanya: "Apakah ini berarti bahwa anda mempercayai Al Qur'an merupakan firman Allah?" Ia menjawab: "Saya tidak keberatan untuk menerima hal tersebut."
Untuk melihat video komentar sang profesor silakan klik tautan berikut ini: (Bahasa Inggris, format RealPlyer)

Pembentukan Awan Hujan - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an

Para ilmuwan telah mempelajari berbagai jenis awan dan menyadari bahwa awan pembawa hujan terbentuk dengan sistem dan urutan tertentu. Bentuknya pun tertentu dan terkait dengan jenis angin dan tipe awan.
Salah satu awan pembawa hujan adalah awam CUMULONIMBUS. Ahli cuaca telah mempelajari pembentukan jenis awan ini dan bagaimana ia menghasilkan hujan, es, serta petir.
Mereka menemukan bahwa awan cumulonimbus melewati urutan berikut ini untuk menghasilkan hujan:
  • 1. Awan didorong oleh angin: Awan cumulonimbus mulai terbentuk ketika angin mendorong beberapa awan kecil (awan cumulus) ke daerah tempat berkumpulnya awan-awan ini.
  • 2. Penyatuan: Kemudian awan-awan kecil ini bergabung, menyatu dan membentuk awan yang lebih besar.
  • 3. Penumpukan: Ketika awan-awan kecil ini bersatu, dorongan ke atas pada bagian dalam awan yang semakin besar ini meningkat. Dorongan ke atas pada bagian tengah awan lebih kuat dibandingkan dengan pada bagian pinggir. Alhasil tubuh awan ini tumbuh semakin besar secara vertikal, sehingga seolah-olah awan ini ditumpuk-tumpuk. Pertumbuhan ke atas ini menjadikan tubuh awan mencapai daerah yang lebih dingin pada lapisan atmosfer atas. Di sanalah tetesan-tetesan air dan butiran es terbentuk dan mulai tumbuh semakin besar. Ketika butiran air dan es ini telah lebih besar dan berat dibandingkan dengan dorongan ke atas yang menyangga mereka, jatuhlah air dan es ini sebagai gerimis, hujan ataupun hujan es.

Pembentukan awan hujan. Keajaiban ilmiah al Qur'an.
Awan-awan kecil (kumulus) berarak menuju daerah pertemuan di dekat cakrawala, di mana kita bisa melihat sebuah awan cumulonimbus yang besar (Clouds and Storms, Ludlam, plate 7.4.)

Rincian pembentukan awan di dalam Al Qur'an

Allah telah berfirman di dalam Al Qur'an:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya... [An Nuur(24): 43]
Para ahli cuaca mengetahui rincian pembentukan awan, strukturnya dan cara kerjanya setelah melalui berbagai macam penelitian, pengamatan menggunakan alat-alat canggih. Mereka baru bisa menceritakan proses tersebut dengan bantuan alat-alat moderen seperti pesawat, satelit, komputer, balon udara dan peralatan lainnya. Mereka harus mempelajari angin serta arah pergerakannya. Mereka harus mengukur kelembaban udara dan variasinya serta menentukan jenis dan keragaman tekanan udara.
Kelanjutan ayat di atas, setelah menyebutkan awan dan hujan, adalah membicarakan es dan petir:
... dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. [An Nuur(24): 43]
Para ahli cuaca telah menemukan bahwa awan cumulonimbus yang menghasilkan hujan es ini dapat mencapai ketinggian hingga 7 sampai 9 kilometer. Dapat kita bayangkan bahwa awan ini memang ukurannya benar-benar seperti gunung sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat Al Qur'an di atas: "... dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung,...".

Proses terjadinya Kilat

Ayat di atas juga menghubungkan awan, es dan terjadinya petir atau kilat. Apakah es merupakan faktor penentu pembentukan kilat?
Mari kita kaji sebuah buku berjudul: Meteorology Today. Di sana diterangkan bahwa sebuah awan akan menjadi bermuatan listrik ketika bongkahan es jatuh melalui daerah di dalam awan yang berisi kristal es dan tetes air super-dingin. Ketika tetes-tetes air ini bertumbukan dengan bongkahan es, mereka langsung membeku dan melepaskan panas. Panas ini menjadikan permukaan bongkahan es lebih hangat dari kristal-kristal es di sekelilingnya. Ketika bongkahan es bertumbukan dengan kristal es, sebuah peristiwa penting terjadi: elektron mengalir dari benda yang lebih dingin ke benda yang lebih hangat. Karenanya, kini bongkahan es menjadi bermuatan negatif. Hal serupa juga terjadi saat tetesan air super-dingin bertumbukan dengan bongkahan es dan melontarkan butiran-butiran halus es bermuatan positif. Partikel-partikel yang lebih ringan dan bermuatan positif ini kemudian terangkat ke bagian atas dari awan. Sementara itu, bongkahan es yang kini bermuatan negatif jatuh turun dan berkumpul di bagian bawah awan. Karena itulah kini terjadi perbedaan muatan listrik antara bagian atas dan bawah awan. Muatan negatif ini kemudian dilepaskan dalam bentuk kilat atau petir.


Penumpukan awan hujan. Keajaiban ilmiah al Qur'an.
(A) Awan-awan kecil yang terpisah-pisah. (B) Ketika awan-awan kecil ini bergabung bersama, dorongan ke atas pada bagian tengah awan yang lebih besar semakin meningkat sehingga, awan ini tumbuh ke atas. Butiran air diberikan tanda bintik-bintik hitam. (The Atmosphere, Anthes and others, hal. 269.) Demikianlah, Allah telah menerangkan sebuah fakta ilmiah yang baru terungkap oleh ilmu pengetahuan moderen. Sebuah keajaiban ilmiah yang tidak mungkin diketahui rinciannya oleh orang-orang di jaman diturunkannya Al Qur'an.
Allahu Akbar!
Terbentuknya hujan. Keajaiban ilmiah al Qur'an.
Awan cumulonimbus. Setelah ditumpuk ke atas, air hujan turun darinya.(Weather and Climate, Bodin, hal. 123.)

Syirik Jurang Kebinasaan

Jika kita sudah tahu bahwa syirik adalah jurang kebinasaan dan kita wajib merasa takut terjerumus kepadanya, maka apa yang harus kita lakukan? Apa hanya duduk-duduk dan cukup merasa takut saja? Tentu tidak!
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sesungguhnya perbuatan yang paling keras larangannya, yang ia merupakan lawan dari tujuan diciptakannya seorang hamba, adalah syirik. Jika dengan tauhid seorang hamba bisa merasakan puncak kebahagiaan dan menikmati segala jenis kenikmatan yang tidak terbayangkan oleh akal manusia, maka dengan syirik seorang hamba bisa terjerembab menuju dasar jurang kesengsaraan dan merasakan adzab Allah yang amat keras dan tidak terbayangkan!
Oleh karena itu wajib bagi kita semua untuk merasa takut, menjauhi, dan memperingati manusia dari bahaya syirik ini. Dan wajib bagi kita mempelajari hakikat syirik agar kita bisa menjauhi setiap perbuatan yang dapat menjerumuskan kepada kesyirikan.
Hakikat Syirik
Syirik adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah Ta’ala dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah-Nya (‘Aqidatut Tauhid karya Syaikh Shalih Al Fauzan).
Contoh syirik dalam rububiyyah Allah adalah meyakini adanya pencipta, pemberi rizki, atau pengatur alam semesta ini selain Allah Ta’ala. Sedangkan contoh kesyirikan dalam uluhiyyah Allah adalah beribadah kepada selain Allah walau ia juga beribadah kepada Allah.
Ketahuilah, syirik yang banyak terjadi di kalangan manusia adalah dalam hal uluhiyyah Allah, yakni syirik dalam hal ibadah. Maka barangsiapa yang menujukan suatu ibadah kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik.
Adapun makna ibadah secara umum adalah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyyah:  “Ibadah adalah segala perkara yang Allah cintai dan Allah ridhoi baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik perbuatan anggota badan maupun perbuatan hati seperti rasa takut, tawakkal, sholat, zakat, puasa, dan selainnya yang termasuk syari’at Islam” (dinukil dari Syarh Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Utsaimin).
Maka dari sini kita tahu bahwa berdo’a, berkurban, istighotsah, rasa takut, rasa harap, rasa cinta, sholat, puasa, dan lainnya termasuk ibadah. Barangsiapa yang menujukan hal-hal tersebut kepada selain Allah, maka dia telah menyekutukan Allah.
Jenis-jenis Syirik
Kaum muslimin, ketahuilah bahwa syirik terbagi dua, yakni syirik akbar dan syirik asghar. Pertama, mari kita bahas syirik akbar terlebih dahulu. Syirik akbar mengakibatkan pelakunya keluar dari Islam dan kekal di neraka jika ia mati sebelum bertaubat.
Contohnya adalah berdo’a kepada selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Do’a adalah ibadah” (HR. Tirmidzi, shahih). Karena do’a adalah ibadah -bahkan ibadah yang paling utama- maka barangsiapa yang berdo’a kepada selain Allah maka ia telah berbuat syirik akbar.
Contoh syirik akbar lainnya adalah menyembelih untuk selain Allah. Allah berfirman (yang artinya):  “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” (QS. Al Kautsar : 2).
Contoh lainnya adalah bernadzar kepada selain Allah, thowaf di kuburan, mencintai sesuatu seperti mencintai Allah, takut kepada sesuatu seperti rasa takutnya kepada Allah, menjadikan perantara dalam beribadah kepada Allah, dan selainnya.
Sekarang, mari kita bahas syirik asghar. Syirik asghar tidaklah mengeluarkan pelakunya dari Islam, akan tetapi ia mengurangi kadar tauhid seseorang dan menjadi perantara menuju syirik akbar (lihat ‘Aqidatut Tauhid). Syirik asghar ada dua jenis: syirik zhahir (nampak) dan syirik khafi (tersembunyi).
Syirik zhahir adalah kesyirikan yang terdapat dalam ucapan atau perbuatan seseorang yang nampak. Contohnya adalah bersumpah dengan selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi – dan ini lafazh miliknya). Yang dimaksud kufur atau syirik di sini adalah kufur asghar atau syirik asghar.
Contoh lainnya adalah perkataan “Seandainya bukan karena Allah dan karenamu” atau “Terserah kehendak Allah dan kehendakmu”. Kata “dan” menunjukkan kesetaraan sehingga terdapat unsur penyamaan Allah dengan makhluk-Nya dan ini termasuk syirik asghar dalam ucapan walau pelakunya tidak meyakini hal tersebut dalam hatinya.
Contoh lainnya adalah memakai jimat untuk menolak bala. Jika ia meyakini bahwa jimat tersebut adalah sebab tertolaknya bala, maka ia telah melakukan syirik asghar karena Allah tidaklah menjadikan hal tersebut sebagai sebab. Akan tetapi jika ia meyakini bahwa jimat itulah yang menolak bala yang akan menimpanya, maka ini sudah termasuk syirik akbar (lihat ‘Aqidatut Tauhid).
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa syirik asghar bisa menjadi perantara terjadinya syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Sedangkan syirik khafi ialah syirik yang tersembunyi di dalam hati seseorang dan orang lain tidak bisa melihatnya maupun mendengarnya, misalnya riya’ dan sum’ah (menceritakan amalnya kepada orang lain untuk dipuji). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian kuberi tahu hal yang lebih aku takutkan terjadi pada kalian daripada fitnah Al Masih Ad Dajjal?” Shahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah” Beliau bersabda, “Yakni syirik khafi. (yaitu) seseorang berdiri (untuk shalat) lalu ia membaguskan shalatnya ketika ada seseorang yang melihatnya” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para shahabat bertanya: “Apa itu syirik kecil ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Riya’ ”. (HR. Ahmad, shahih). Lihatlah apa yang Rasulullah takutkan terjadi pada para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, yakni syirik khafi (riya’), padahal mereka adalah para shahabat, sebaik-baik generasi umat ini! Maka bagaimana lagi dengan kita? Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari syirik dan bahayanya.
Empat alasan wajibnya waspada dari syirik
Mengapa harus takut syirik? Akal yang masih sehat akan menjawab memang harus dan wajib takut kepada kesyirikan berdasarkan empat alasan di bawah ini:
  1. Syirik adalah jurang kebinasaan
  2. Samarnya kesyirikan dalam umat ini padahal bahayanya sangat besar
  3. Para kekasih Allah saja, Rasulullah dan Nabi Ibrahim ‘alaihimas shalatu was salam merasa takut terjerumus kesyirikan
  4. Banyaknya manusia yang terjerumus ke dalam kesyirikan
Sekarang akan kita urai satu per satu alasan di atas sehingga semakin jelaslah bagi kita akan wajibnya takut kepada kesyirikan.
Bahaya syirik tidaklah diragukan lagi. Barangsiapa yang berbuat syirik, bersiaplah untuk merasakan kesengsaraan yang tiada akhirnya! Cukup bagi kita melihat beberapa ayat untuk melihat betapa berbahayanya syirik ini, diantaranya :
[1] Dosa syirik tidak diampuni dan pelakunya kekal di neraka jika ia mati dalam keadaan belum bertaubat.Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisaa : 48) Allah berfirman (yang artinya), “
[2] Syirik adalah kezaliman terbesar. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqman : 13)
[3] Surga diharamkan bagi orang musyrik. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maa-idah : 72)
[4] Kesyirikan menghapus semua amal shalih yang telah susah payah dilakukan. Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan” (QS. Al An’am : 88)
Adakah diantara kita yang tidak ingin dosanya diampuni? Adakah diantara kita yang ingin amalan yang telah kita lakukah susah payah sia-sia belaka? Atau sudikah jika surga yang penuh kenikmatan diharamkan untuk kita karena kita berbuat syirik? Dan maukah kita menetap di neraka yang isinya hanya kesengsaraan untuk selama-lamanya? Nas-alullahal ‘afiyah was salamah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, begitu besar bahaya kesyirikan, sementara kesyirikan itu di antaranya ada yang sangat samar bahkan sangat tersembunyi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamKesyirikan itu lebih samar daripada rayapan semut” (HR. Abu Ya’la dan Ibnul Mundzir, dishahihkan Al Arna’uth). Maka untuk membedakan mana perbuatan yang termasuk syirik dan mana yang bukan, diperlukan ilmu yang terperinci tentang kesyirikan, tidak cukup hanya pengetahuan global saja. Oleh karena itu, kita wajib mempelajari hakikat kesyirikan dan rinciannya agar terhindar darinya. bersabda, “
Lihatlah kekasih Allah, Ibrahim ‘alaihissalam yang merasa takut dan berlindung kepada Allah dari menyekutukan Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata:Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala” (QS. Ibrahim : 35). Seorang ulama, Ibrahim At Taimi berkata, “Siapakah yang merasa aman dari kesyirikan setelah Nabi Ibrahim?” (diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, lihat Fathul Majid).
Mengapa Nabi Ibrahim takut? Jawabannya adalah firman Allah (yang artinya), “Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia” (QS. Ibrahim : 36). Ya, kesyirikan telah menyeret banyak manusia menuju jurang kebinasaan sehingga dengan sebab ini Nabi Ibrahim ‘alaihissalam merasa takut terjerumus kesyirikan karena banyaknya manusia yang terjerumus ke dalamnya.
Hal ini diperparah lagi karena di zaman ini orang-orang menamakan perbuatan yang hakikatnya adalah kesyirikan sebagai sebuah ibadah atau tanda cinta pada orang shalih. Syaikh Shalih Al Fauzan berkata, “Kesyirikan saat ini menjadi hal yang samar bagi banyak manusia, karena dinamakan bukan kesyirikan. Orang-orang yang menyembah orang mati dan kuburan, mereka beristighotsah dengannya dan berdo’a kepada selain Allah. Mereka berkata: ‘Ini adalah bentuk kecintaan pada orang shalih dan ini adalah tawassul kepada Allah Ta’ala agar mereka (orang shalih yang sudah wafat) memberikan syafa’at bagi kami di sisi Allah’. Maka mereka menamakan perbuatan yang tergolong syirik akbar ini dengan selainnya” (Durusun minal Qur’an dengan diringkas).
Disebabkan nama yang berbeda dengan hakikatnya, maka semakin banyak manusia yang tertipu dan kesyirikan menjadi semakin samar di tengah-tengah manusia.
Pelajari Tauhid, dan Terapkan!
Jika kita sudah tahu bahwa syirik adalah jurang kebinasaan dan kita wajib merasa takut terjerumus kepadanya, maka apa yang harus kita lakukan? Apa hanya duduk-duduk dan cukup merasa takut saja? Tentu tidak!
Wujudkan rasa takut kita dengan cara mempelajari tauhid dan syirik yang benar karena dengan ilmu yang benar maka kita akan tahu bagaimana mentauhidkan Allah dengan benar dan mengetahui hakikat kesyirikan sehingga kita terhindar darinya. Setelah itu peringatkanlah manusia dari bahaya kesyirikan karena inilah inti dakwah para rasul terdahulu.
Simaklah perkataan Syaikh Muhammad At Tamimi berikut, “Jika engkau sudah tahu bahwa kesyirikan jika mencampuri ibadah, maka akan merusaknya, membatalkan amal shalih, dan membuat orang yang melakukannya menjadi golongan orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka engkau akan tahu bahwa yang paling penting bagimu adalah mengenal kesyirikan tersebut (agar terhindar darinya)” (lihat Al Qawa’id Al Arba’).

Hidayah Milik Allah

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Ta’ala, mungkin kita sering berfikir, sudah banyak sekali cara kita untuk menyadarkan seseorang yang kita cintai, untuk merubah sifat seseorang yang sangat disayangi. Akan tetapi, segala cara dan upaya kita, ternyata tidak mampu untuk merubahnya menjadi seseorang yang baik. Sebenarnya apa yang salah dengan upaya kita, bagaimanakah caranya agar kita dapat merubah seseorang?
Mengenai hal ini, perlu kita ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah. Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.
Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”
Nabi Yang Mulia Sendiri Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik
Turunnya ayat ini berkenaan dengan cintanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara dan upaya yang dilakukan beliau untuk mengajak pamannya kepada kebenaran, tidak sampai membuat pamannya menggenggam Islam sampai ajal menjemputnya. Seorang rosul yang kita tahu kedudukannya di sisi Allah saja tidak mampu untuk memberi hidayah kepada pamannya, apalagi kita yang keimanannya sangat jauh dibandingkan beliau.
Tidakkah kita melihat perjuangan Nabi Allah Nuh di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya? Waktu yang mencapai 950 tahun tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah, bahkan untuk keturunannya sendiri pun ia tidak dapat menyelamatkannya dari adzab, Allah berfirman yang artinya “Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’. Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)
Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh berdoa (yang artinya),“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46)
Contoh lainnya adalah apa yang dialami oleh Nabi Allah, Ibrohim. Berada ditengah-tengah orang-orang yang menyekutukan Allah, ia termasuk orang yang mendapat petunjuk. Allah dengan mudahnya memberikan hidayah kepada seseorang yang dikehendakinya, padahal tidak ada seorang pun yang mengajarkan dan menerangkan kebenaran kepadanya, Allah berfirman yang artinya “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya’.” (QS. Al-An’am: 75-79)
Dari hal ini, sangat jelaslah bagi kita, hidayah hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah sesatkan, tidak ada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah berfirman yang artinya “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).
Cara Menggapai Hidayah
Setelah mengetahui hal ini, lantas bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya membuat orang lain mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:
1. Bertauhid
Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am: 82).
2. Taubat kepada Allah
Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”. (QS. Ar-Ra’d: 27).
3. Belajar agama
Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama”. (HR Bukhori)
4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang
Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).
5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya
Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus”. (QS. Al-Isra:9).
6. Berpegang teguh kepada agama Allah
Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).
7. Mengerjakan sholat
Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).
8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh
Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).
Ibnu katsir menafsiri ayat ini, “Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek. “
Dengan mengetahui hal tersebut, marilah kita berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak orang lain untuk melakukan sebab-sebab ini, semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi sebab kita mendapatkan hidayah Allah. Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum’atnya “Semakin seorang meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah padanya. Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia semakin menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya selama ia menambah ketaqwaannya.”

Dukun, Tukang Ramal, dan Zodiak

Diriwayatkan dari sebagian istri Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan meminta untuk mengabarkan sesuatu, kemudian ia membenarkan perkataannya maka tidak diterima shalatnya 40 hari”[1]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan perkataannya, maka ia telah kufur dengan Al Qur’an yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam[2]
Syaikh Muhammad Al Yamani Al Wushobiy mendefinisikan tukang ramal (‘arraaf), yaitu seseorang yang memberitahukan letak barang yang hilang atau dicuri dan selainnya yang tersembunyi keberadaannya bagi manusia. Maka sebagian manusia mendatangi tukang ramal tersebut dan ia memberitahukan tentang sihir, barang yang hilang, barang yang dicuri, maupun identitas pencuri atau penyihir, atau informasi sejenis yang tidak diketahui. Berbeda dengan dukun (kaahin, populer dengan sebutan “paranormal” dalam bahasa Indonesia -pen) yaitu seseorang yang memberitahukan kepada manusia perkara ghaib, yang belum pernah terjadi, seperti Mahdi Amin[3], kalangan dukun dan sejenisnya, begitu pula orang yang memberitahukan perkara batin dalam diri manusia (biasanya dengan memberitahukan sifat-sifat rahasia, karakter, atau watak orang tersebut yang hanya diketahui dirinya pribadi –pen).[4]
Sedangkan zodiak ialah diagram yang digunakan oleh ahli astrologi untuk menggambarkan posisi planet dan bintang. Diagram tersebut dibagi menjadi 12 bagian, masing-masingnya memiliki nama dan simbol. Zodiak digunakan untuk memperkirakan pengaruh kedudukan planet terhadap nasib atau kehidupan seseorang.”[5]
Inilah beberapa pembahasan yang diambil dari berbagai penjelasan para ulama, yang insya Allah akan kami ketengahkan ke hadapan pembaca. Semoga Allah mudahkan.
Hukum Mendatangi Tukang Ramal
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ta’ala berkata, “Zhahir hadits (yang kami sebutkan di atas –pen) ialah barangsiapa yang bertanya kepada tukang ramal, maka shalatnya tidak akan diterima 40 hari, akan tetapi hukum ini tidaklah berlaku mutlak. Adapun hukum bertanya kepada tukang ramal dan sejenisnya terbagi menjadi beberapa jenis:
Jenis Pertama: hanya sekedar bertanya saja, maka ini adalah haram berdasarkan sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal,… dst. (yang telah disebutkan di atas –pen). Maka ditetapkannya hukuman bagi orang yang bertanya kepada tukang ramal menunjukkan keharamannya, karena tidaklah hukuman atas suatu perbuatan itu disebutkan kecuali menunjukkan atas keharamannya.
Jenis Kedua: bertanya kepada tukang ramal kemudian membenarkan dan mempercayai perkataannya, maka hal ini adalah bentuk kekufuran, karena membenarkan perkara ghaib berarti mendustakan Al Qur’an di mana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah” (QS. An Naml : 65).
Jenis Ketiga: bertanya kepada tukang ramal dengan maksud untuk mengujinya, apakah ia jujur atau pendusta, bukan dengan maksud untuk mengambil perkataannya. Maka hal ini tidaklah mengapa, dan tidak termasuk dalam hadits di atas. Nabi shallallaahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad[6], “Apa yang aku sembunyikan darimu?” Ibnu Shayyad menjawab, “Asap”, maka Nabi menjawab, “Tetaplah di tempatmu. Engkau tidak akan melampaui apa yang telah Allah takdirkan padamu.”[7]
Jenis Keempat: bertanya dengan maksud untuk menampakkan kelemahan dan kedustaan tukang ramal tersebut, kemudian mengujinya dalam rangka menjelaskan kedustaan dan kelemahannya. Maka hal ini dianjurkan, bahkan hukumnya terkadang menjadi wajib. Karena menjelaskan batilnya perkataan dukun tidak diragukan lagi merupakan suatu hal yang dianjurkan, bahkan bisa menjadi wajib.
Maka larangan bertanya kepada tukang ramal tidaklah berlaku mutlak, akan tetapi dirinci sesuai dalil-dalil syar’i yang telah disebutkan.”[8]
Bagaimana Cara Tukang Ramal Mengetahui Hal-Hal Ghaib?
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhahullahu ta’ala menjelaskan, “Dukun tidaklah mengetahui perkara ghaib kecuali menggunakan jin, yaitu dengan cara beribadah kepada jin tersebut dengan ibadah yang mengandung kesyirikan. Kemudian jin menggunakan kesempatan untuk memalingkan manusia dari ibadah kepada Allah, dan hal tersebut dilakukan agar jin mau mengabarkan hal-hal ghaib.
Adapun jin dapat mengetahui perkara ghaib, yang terkadang benar, dengan cara mencuri rahasia langit. Yaitu jin saling menumpuk satu sama lain hingga mendengar wahyu Allah Jalla wa ‘Ala dari langit. Maka dilemparilah jin dengan panah api sebelum jin tersebut memperoleh rahasia langit dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi terkadang panah api tersebut dilemparkan setelah jin memperoleh rahasia langit. Maka jin kemudian membawa rahasia tersebut kepada dukun, akan tetapi diubah dengan kedustaan, atau ditambah dengan 100 kedustaan. Dukun kemudian mengagungkan jin karenanya, dan pengagungan tersebut ialah bentuk ibadah manusia atas jin.
Adapun sebelum diutusnya Nabi ‘alaihish shalatu wa sallam banyak rahasia langit yang beredar, akan tetapi pasca pengutusan Nabi alahish shalatu wa sallam langit dijaga dengan lebih ketat, karena Al Qur’an dan wahyu telah turun, maka rahasia langit dijaga agar tidak ada yang menyerupai wahyu dan nubuwwah. Hingga wafatnya Nabi alaihish shalatu wa sallam rahasia langit kembali beredar akan tetapi hanya sedikit dibandingkan sebelum diutusnya Nabi. Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi rahasia langit terbagi menjadi tiga :
  1. Sebelum pengutusan Nabi alaihish shalatu wa sallam: rahasia langit banyak beredar
  2. Setelah pengutusan Nabi alaihish shalatu wa sallam: jin tidak mendapat rahasia langit kecuali sangat jarang terjadi, itu pun bukan merupakan wahyu dari Allah Jalla wa ‘Alla
  3. Setelah wafatnya Nabi alaihish shalatu wa sallam: rahasia langit kembali beredar, akan tetapi tidak sebanyak sebelumnya, karena langit dijaga ketat dengan panah api. Allah Jalla wa ‘Ala menjelaskan hal tersebut dalam banyak ayat Al Qur’an, mengenai bintang-bintang dan panah api yang dilemparkan kepada jin, sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Kecuali syaithan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS. Al Hijr : 18)[9]
Hanya Allah yang Mengetahui Perkara Ghaib
Ahmad bin Abdul Halim Al Harroni rahimahullah membagi perkara ghaib menjadi dua jenis, yaitu:
Pertama, ghaib muthlaq, yang tidak diketahui oleh seluruh makhluq. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu” (QS. Al Jin : 26)
Kedua, ghaib muqayyad yang tidak diketahui kecuali oleh sebagian makhluk dari kalangan malaikat, jin, manusia dan yang menyaksikannya. Maka hal ini menjadi ghaib bagi sebagian makhluk, namun tidak ghaib bagi yang menyaksikannya. [10]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy rahimahullahu ta’ala menjelaskan, “Sesungguhnya hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahui perkara ghaib, maka barangsiapa yang mengaku mengetahui perkara ghaib maka ia telah menjadi sekutu bagi Allah, baik berupa perdukunan, ramalan, dan sejenisnya. Atau barangsiapa yang membenarkan perkataan tersebut maka ia telah menjadikan sekutu bagi Allah dalam kekhususan-Nya, dan ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya.[11]
Hukum Mempercayai Zodiak
Zodiak atau sering diistilahkan dengan astrologi (ilmu ta’tsir), merupakan bagian dari ilmu nujum. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ta’ala kembali menjelaskan berkaitan dengan ilmu ta’tsir ini, “Ilmu ta’tsir (astrologi) terbagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama, keyakinan bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh atas seseorang, dalam arti bahwa bintang-bintang tersebut mampu menciptakan kejadian dan musibah. Maka hal tersebut merupakan kesyirikan akbar, karena barangsiapa yang menyerukan bahwa selain Allah ada pencipta lain, maka ia melakukan syirik akbar. Hal tersebut juga menjadikan pencipta (yaitu Allah Ta’ala) tunduk pada salah satu makhluq-Nya (yaitu bintang-bintang).
Kedua, keyakinan bahwa bintang-bintang menjadi sebab bagi sesuatu yang belum terjadi, dan hal tersebut ditunjukkan melalui pergerakannya, peralihannya, atau pergantian tertentu dari bintang. Misalnya perkataan ‘Karena bintang ini bergerak seperti ini, maka itu artinya orang ini hidupnya akan sial’, atau ‘Karena orang ini lahir saat bintang berada dalam posisi ini, maka ia akan menjadi orang yang bahagia’. Maka hal semacam ini termasuk menjadikan ilmu perbintangan sebagai sarana untuk meramal perkara ghaib, dan perbuatan ini termasuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’” (QS. An Naml : 65)
Ketiga, keyakinan bahwa bintang-bintang menjadi sebab terjadinya kebaikan atau keburukan. Yaitu dengan menyandarkan segala sesuatu yang terjadi sebagai akibat pergerakan bintang, dan hal tersebut dilakukan hanya jika sesuatu tersebut telah terjadi. Maka perbuatan semacam ini tergolong syirik ashghar.[12]
Semoga Allah memberi taufik. [Yhouga AM]
_____________
[1] HR. Muslim [2230] tanpa lafadz “..kemudian ia membenarkan perkataannya..” Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullahu ta’ala menjelaskan makna “tidak diterima shalatnya” dengan “tidak diberi pahala shalatnya”. Sehingga shalat tetap wajib bagi orang tersebut. Wallahu a’lam. (lihat Al Mulakhash fi Syarh Kitab At Tauhid hal. 213 cet. Darul Ashimah)
[2] HR. Al Hakam [I/8] dishahihkan dan disepakati oleh Adz Dzahabi dan Al Albani dalam Al Irwa’ [2006]
[3] Nama seorang dukun dari Iran
[4] Al Qoulul Mufid fi Adillati At Tauhid hal. 142, cet. Dar Ibn Hazm
[5] Zodiac, Google Dictionary, http://google.com/dictionary
[6] Ibnu Shayyad, namanya Shaafi, sebagian pendapat mengatakan namanya Abdullah bin Shayyad, atau Shaa’id. Ia adalah seorang Yahudi penduduk Madinah, sebagian pendapat mengatakan ia bahkan seorang Anshar. Ia masih kecil saat kedatangan Nabi shallallaahu alaihi wa sallam ke Madinah, sebagian pendapat mengatakan ia kemudian masuk Islam. Dikatakan bahwa Ibnu Shayyad ialah Dajjal, ia terkadang mampu meramal, sebagian orang kemudian membenarkannya dan sebagian yang lain mendustakannya. Maka beritanya segera tersebar, dan orang-orang menyangka ia adalah Dajjal. Nabi shallallaahu alaihi wa sallamshallallaahu alaihi wa sallam wafat, namun keberadaannya tidak diketahui setelah itu. Para ulama, semisal Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/328, menjalaskan bahwa Ibnu Shayyad ialah salah satu diantara Dajjal, akan tetapi bukanlah Dajjal akbar. Wallahu a’lam. (Man Huwa Ibnu Shayyad?, Syaikh Muhammad Shalih Munajjid, www.islam-qa.com) kemudian menemui Ibnu Shayyad untuk mengklarifikasi kebenaran hal tersebut (lihat HR. Bukhari 1355) Ibnu Shayyad tetap hidup setelah Nabi

Tahukah Kamu, Di Manakah Allah?

Ada sebuah pertanyaan penting yang cukup mendasar bagi setiap kaum muslimin yang telah mengakui dirinya sebagai seorang muslim. Setiap muslim selayaknya bisa memberikan jawaban dengan jelas dan tegas atas pertanyaan ini, karena bahkan seorang budak wanita yang bukan berasal dari kalangan orang terpelajar pun bisa menjawabnya. Bahkan pertanyaan ini dijadikan oleh Rasulullah sebagai tolak ukur keimanan seseorang. Pertanyaan tersebut adalah “Dimana Allah?”.
Jika selama ini kita mengaku muslim, jika selama ini kita yakin bahwa Allah satu-satunya yang berhak disembah, jika selama ini kita merasa sudah beribadah kepada Allah, maka sungguh mengherankan bukan jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang dimanakah dzat yang kita sembah dan kita ibadahi selama ini. Atau dengan kata lain, ternyata kita belum mengenal Allah dengan baik, belum benar-benar mencintai Allah dan jika demikian bisa jadi selama ini kita juga belum menyembah Allah dengan benar. Sebagaimana perkataan seorang ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: “Seseorang tidak dapat beribadah kepada Allah secara sempurna dan dengan keyakinan yang benar sebelum mengetahui nama dan sifat Allah Ta’ala” (Muqoddimah Qowa’idul Mutsla).
Sebagian orang juga mengalami kebingungan atas pertanyaan ini. Ketika ditanya “dimanakah Allah?” ada yang menjawab ‘Allah ada dimana-mana’, ada juga yang menjawab ‘Allah ada di hati kita semua’, ada juga yang menjawab dengan marah sambil berkata ‘Jangan tanya Allah dimana, karena Allah tidak berada dimana-mana’. Semua ini, tidak ragu lagi, disebabkan kurangnya perhatian kaum muslimin terhadap ilmu agama, terhadap ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah yang telah jelas secara gamblang menjelaskan jawaban atas pertanyaan ini, bak mentari di siang hari.
Allah bersemayam di atas Arsy
“Dimanakah Allah?” maka jawaban yang benar adalah Allah bersemayam di atas Arsy, dan Arsy berada di atas langit. Hal ini sebagaimana diyakini oleh Imam Asy Syafi’I, ia berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi pegangan saya, murid-murid saya, dan para ahli hadits yang saya lihat dan yang saya ambil ilmunya, seperti Sufyan, Malik, dan yang lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya” (Kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah, Bab 4). Demikian juga diyakini oleh para imam mazhab, yaitu Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (Imam Hambali), tentang hal ini silakan merujuk pada kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah karya Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais.
Keyakinan para imam tersebut tentunya bukan tanpa dalil, bahkan pernyataan bahwa Allah berada di langit didasari oleh dalil Al Qur’an, hadits, akal, fitrah dan ‘ijma.
1. Dalil Al Qur’an
Allah Ta’ala dalam Al Qur’anul Karim banyak sekali mensifati diri-Nya berada di atas Arsy yaitu di atas langit. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsy (QS. Thaha: 5)
Ayat ini jelas dan tegas menerangkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy. Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya:
“Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang di langit (yaitu Allah) kalau Dia hendak menjungkir-balikkan bumi beserta kamu sekalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang” (QS. Al Mulk: 16)
Juga ayat lain yang artinya:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. Al-Ma’arij: 4). Ayat pun ini menunjukkan ketinggian Allah.
2. Dalil hadits
Dalam hadits Mu’awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?”, maka ia menjawab: “ Di atas langit”, beliau bertanya lagi: “Siapa aku?”, maka ia menjawab: “Anda utusan Allah”. Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karena ia seorang yang beriman” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda yang artinya:
“Setelah selesai menciptakan makhluk-Nya, di atas Arsy Allah menulis, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku’ ” (HR. Bukhari-Muslim)
3. Dalil akal
Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata: “Akal seorang muslim yang jernih akan mengakui bahwa Allah memiliki sifat sempurna dan maha suci dari segala kekurangan. Dan ‘Uluw (Maha Tinggi) adalah sifat sempurna dari Suflun (rendah). Maka jelaslah bahwa Allah pasti memiliki sifat sempurna tersebut yaitu sifat ‘Uluw (Maha Tinggi)”. (Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha)
4. Dalil fitrah
Perhatikanlah orang yang berdoa, atau orang yang berada dalam ketakutan, kemana ia akan menengadahkan tangannya untuk berdoa dan memohon pertolongan? Bahkan seseorang yang tidak belajar agama pun, karena fitrohnya, akan menengadahkan tangan dan pandangan ke atas langit untuk memohon kepada Allah Ta’ala, bukan ke kiri, ke kanan, ke bawah atau yang lain.
Namun perlu digaris bawahi bahwa pemahaman yang benar adalah meyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy tanpa mendeskripsikan cara Allah bersemayam. Tidak boleh kita membayangkan Allah bersemayam di atas Arsy dengan duduk bersila atau dengan bersandar atau semacamnya. Karena Allah tidak serupa dengan makhluknya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah” (QS. Asy Syura: 11)
Maka kewajiban kita adalah meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy yang berada di atas langit sesuai yang dijelaskan Qur’an dan Sunnah tanpa mendeskripsikan atau mempertanyakan kaifiyah (tata cara) –nya. Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang bagaimana caranya Allah bersemayam? Maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Qur’an dan Sunnah), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis”. (Dinukil dari terjemah Aqidah Salaf Ashabil Hadits)
Allah bersama makhluk-Nya
Allah Ta’ala berada di atas Arsy, namun Allah Ta’ala juga dekat dan bersama makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah bersamamu di mana pun kau berada” (QS. Al Hadid: 4)
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa dzat Allah Ta’ala berada di segala tempat. Karena jika demikian tentu konsekuensinya Allah juga berada di tempat-tempat kotor dan najis, selain itu jika Allah berada di segala tempat artinya Allah berbilang-bilang jumlahnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dari semua itu. Maka yang benar, Allah Ta’ala Yang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya. Jika kita mau memahami, sesungguhnya tidak ada yang bertentangan antara dua pernyataan tersebut.
Karena kata ma’a (bersama) dalam ayat tersebut, bukanlah kebersamaan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk, karena Allah tidak serupa dengan makhluk. Dengan kata lain, jika dikatakan Allah bersama makhluk-Nya bukan berarti Allah menempel atau berada di sebelah makhluk-Nya apalagi bersatu dengan makhluk-Nya.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjelaskan hal ini: “Allah bersama makhluk-Nya dalam arti mengetahui, berkuasa, mendengar, melihat, mengatur, menguasai dan makna-makna lain yang menyatakan ke-rububiyah-an Allah sambil bersemayam di atas Arsy di atas makhluk-Nya” (Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha) .
Ketika berada di dalam gua bersama Rasulullah karena dikejar kaum musyrikin, Abu Bakar radhiallahu’anhu merasa sedih sehingga Rasulullah membacakan ayat Qur’an, yang artinya:
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. Taubah: 40)
Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “ ’Allah bersama kita’ yaitu dengan pertolongan-Nya, dengan bantuan-Nya dan kekuatan dari-Nya”. Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku qoriib (dekat). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu” (QS. Al Baqarah: 186)
Dalam ayat ini pun kata qoriib (dekat) tidak bisa kita bayangkan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk. Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “Sesungguhnya Allah Maha Menjaga dan Maha Mengetahui. Mengetahui yang samar dan tersembunyi. Mengetahui mata yang berkhianat dan hati yang ketakutan. Dan Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang berdoa, sehingga Allah berfirman ‘Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepada-Ku’ ”. Kemudian dijelaskan pula: “Doa ada 2 macam, doa ibadah dan doa masalah. Dan kedekatan Allah ada 2 macam, dekatnya Allah dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya, dan dekatnya Allah kepada hambaNya yang berdoa untuk mengabulkan doanya” (Tafsir As Sa’di). Jadi, dekat di sini bukan berarti menempel atau bersebelahan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebenarnya bisa dipahami dengan mudah. Dalam bahasa Indonesia pun, tatkala kita berkata ‘Budi dan Tono sangat dekat’, bukan berarti mereka berdua selalu bersama kemanapun perginya, dan bukan berarti rumah mereka bersebelahan.
Kaum muslimin, akhirnya telah jelas bagi kita bahwa Allah Yang Maha Tinggi berada dekat dan selalu bersama hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui isi-isi hati kita. Allah tahu segala sesuatu yang samar dan tersembunyi. Allah tahu niat-niat buruk dan keburukan maksiat yang terbesit di hati. Allah bersama kita, maka masih beranikah kita berbuat bermaksiat kepada Allah dan meninggakan segala perintah-Nya?
Allah tahu hamba-hambanya yang butuh pertolongan dan pertolongan apa yang paling baik. Allah pun tahu jeritan hati kita yang yang faqir akan rahmat-Nya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang berdoa dan mengabulkan doa-doa mereka. Maka, masih ragukah kita untuk hanya meminta pertolongan kepada Allah? Padahal Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Kemudian, masih ragukah kita bahwa Allah Ta’ala sangat dekat dan mengabulkan doa-doa kita tanpa butuh perantara? Sehingga sebagian kita masih ada yang mencari perantara dari dukun, paranormal, para wali dan sesembahan lain selain Allah. Wallahul musta’an.